Pekalongan- Dampak perubahan iklim dirasakan makin memburuk oleh nelayan dan petani tambak di Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Kenaikan air laut semakin tinggi pada puncak musim air pasang dan kemarau panjang akhir-akhir ini. Banyak situasi tambak berubah: tambak terendam, salinitas air tinggi, dan ikan-ikan stress. Untuk mengantisipasi dampak yang semakin buruk, kelompok tani tambak dan nelayan dari lima desa (Pecakaran, Api-Api, Tratebang, Semut, dan Wonokerto Kulon) mengikuti pelatihan perikanan budidaya berkelanjutan sebagai adaptasi perubahan iklim.
Pelatihan ini diselenggarakan BINTARI dengan dukungan pendanaan dari Japan Fund for Global Environment. Pelatihan dipimpin oleh Eddy Nurcahyono, MP dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau, Kementerian Kelautan dan Perikanan selama dua hari, dimulai Selasa (21/11/2023). Sebanyak 21 orang terdiri dari petani tambak, nelayan, pengurus BUMDes, kelompok perempuan, dan pemerintah Kabupaten Pekalongan hadir dalam pelatihan. Selain mengikuti pelatihan, peserta dari Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Permukiman Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup juga menyampaikan kebijakan, program dan rencana kerjanya.
Saat membuka pelatihan, Burhan Arifin dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pekalongan mendorong kelompok tani untuk memformalkan kelompoknya dengan membentuk badan hukum. Hal ini untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas bantuan, terutama bantuan pemerintah.
“Sesuai peraturan, pemerintah hanya akan membantu kelompok tani tambak yang memiliki badan hukum. Kami telah membantu peralatan dan bibit yang adaptif untuk kelompok-kelompok yang terdaftar”, pesannya kepada peserta pelatihan. Ditambahkan bahwa perubahan iklim tahun ini, terutama peningkatan air laut dan kemarau panjang, membuat banyak petani tambak terdampak sehingga produktifitas menurun. Diakuinya, sarana prasarana perikanan terutama irigasi dan jalan produksi perlu ditata ulang sejak dibangunnya tanggul agar petani tambak mendapat suplai air tawar dan asin secara seimbang.
Di akhir pelatihan, enam kelompok tani mengusulkan rencana tindak lanjut untuk mengimplementasikan hasil-hasil pelatihan. Pelatihan merekomendasikan sistem silvofishery dimana mangrove diintegrasikan dalam tambak, penguatan pematang, kombinasi dan variasi komoditas, dan pengurangan bahan kimia. Masing-masing kelompok tani menyampaikan rencana tindak lanjut yang berbeda. BINTARI akan mendukung sebagian investasi untuk memotivasi adopsi hasil-hasil pelatihan. Selain itu, petani dapat meminta uji kualitas air ke Kantor BINTARI Pekalongan agar mengetahui parameter-parameter air dan penyesuaian pengelolaan tambak.
“Dukungan BINTARI hanya berkontribusi 20-30% untuk keberhasilan budidaya perikanan ibu bapak. Selebihnya tergantung kegigihan, kerja keras, dan keputusan ibu bapak sendiri”, kata koordinator proyek, M. Nurhadi, saat menutup pelatihan. (MN)