Pada tanggal 1 September 2023, sebuah lokakarya bertajuk “Evaluasi dan Dokumentasi Pembelajaran dari Pengelolaan Sampah berbasis Masyarakat” diselenggarakan oleh Yayasan Bina Karta Lestari (BINTARI) dengan dukungan DOW Indonesia dan bertempat di Kantor Yayasan BINTARI. Lokakarya ini dihadiri oleh 20 peserta yang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan pengurus TPS3R. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mendokumentasikan pembelajaran untuk mengetahui capaian tujuan dan indikator serta keberhasilan, kegagalan, dan pengetahuan baru yang diperoleh selama pelaksanaan.
Sejumlah program uji terap, percontohan, dan pendampingan telah dilakukan oleh BINTARI dari tahun 2019 hingga 2023 untuk mempromosikan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dengan mengarusutamakan nilai-nilai 1) integrasi kelembagaan; 2) iuran dan penjualan daur ulang sebagai sumber pendanaan utama; 3) teknik pengelolaan sesuai dengan kebutuhan/ pasar lokal; 4) pelibatan dan partisipasi semua, termasuk sektor informal; dan 5) pemilahan sebagai kewajiban. Nilai-nilai di atas sesuai dengan prinsip pengelolaan sampah terpadu berkelanjutan, di mana pengelolaan sampah tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik prasarana, tetapi juga perlu memperhatikan aspek tata kelola (Scheinberg, 2010). Dengan instrumen ini, niscaya tujuan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya dapat tercapai secara penuh dan utuh.
Dalam kegiatan ini, fasilitator mencoba memverifikasi hasil pembelajaran dan menggali catatan-catatan lebih detail dari peserta kegiatan, terkait dengan 5 aspek yaitu pendanaan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, pengumpulan, dan pengolahan, yang dirangkum sebagai berikut
- Iuran merupakan sumber utama pendanaan. Pendapatan dari pemilahan daur ulang memiliki margin yang tipis sehingga hanya dapat berperan sebagai pengurang iuran. Dukungan pendanaan pemerintah daerah tetap diperlukan untuk membiayai pengolahan yang belum ekonomis.
- Integrasi kelembagaan Bank Sampah dan TPS3R diperlukan dengan mengedepankan kesepakatan lokal bahwa masyarakat ingin maju bersama untuk mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan
- Partisipasi pelanggan untuk memilah dan membayar iuran juga harus diimbangi dengan hak-hak pelanggan. Meifita, Social Specialist BINTARI, menyampaikan “Pelanggan tidak hanya memiliki kewajiban (untuk memilah dan membayar iuran), tetapi juga memiliki hak sesuai kesepakatan layanan, serta memberi kritik dan masukan terhadap pengelolaan sampah”.
Dua catatan penting ditambahkan oleh peserta kegiatan. Catatan pertama adalah fakta bahwa kegiatan pengelolaan sampah memiliki biaya operasional yang tinggi. Keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat sangat tergantung pada aspek pembiayaan, sehingga pengurus LPS (Lembaga Pengelola Sampah) harus memiliki business mindset agar dapat membiayai operasional upah pekerja LPS secara layak. Sedangkan catatan kedua adalah integrasi kelembagaan pengelola sampah di masyarakat, yaitu antara Bank Sampah dan TPS3R. Partisipasi seluruh masyarakat – yang menjadi kunci dari pengelolaan sampah – akan sulit diwujudkan apabila masih terdapat dualisme: di satu sisi sampah dianggap sebagai polusi (warga membayar iuran) dan di sisi lain sampah dianggap sebagai sumber daya (ada pembelian sampah terpilah). Solusi yang dapat ditawarkan misalnya, berupa kegiatan pemilahan sampah dari sumber diperlakukan sebagai kewajiban (sesuai UU Pengelolaan Sampah), sehingga warga yang tidak memilah perlu membayar iuran lebih tinggi.
Pengelolaan sampah selalu menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan, terlebih dengan pengembangan LPS berbasis masyarakat. Pembelajaran yang didapat dari hasil pendampingan BINTARI ini dibagikan untuk menjadi pengetahuan dan pembelajaran pengembangan LPS berbasis masyarakat, baik bagi pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan seluruh pihak yang peduli untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.