SEMARANG – Kebakaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah sedang marak di seluruh Indonesia. Tim Bintari mencatat lebih dari 20 TPA terbakar dalam beberapa bulan terakhir. Di Jawa Barat, setidaknya lima TPA terbakar yakni TPA Sarimukti (Bandung Barat), Bantargebang (Bekasi), Purbahayu (Pangandaran), Pasir Bajing (Garut), dan Kopi Luhur (Cirebon). Di Jawa Tengah terdapat lima TPA yang terbakar yaitu TPA Jatibarang (Semarang), Putri Cempo (Surakarta), dan Pesalakan (Pemalang), Penujah (Pemalang) dan Maruraja (Tegal). Kondisi serupa dialami TPA Randegan (Mojokerto), Winongo (Madiun), Jalibar (Batu), Supit Urang (Malang), dan Klothok (Kediri). Di luar pulau Jawa, kasus-kasus kebakaran TPA juga dilaporkan dari Samarinda, Banjarmasin, Palembang, Ogan Ilir, Sinjai, Manado, dan Palu.
Sejatinya, kebakaran TPA dapat berdampak serius pada lingkungan dan kesehatan. Kebakaran ini menghasilkan zat-zat yang berbahaya seperti CO, CO2, H2S, Dioksin, dan Furan. Dua gas terakhir bersifat karsinogenik sehingga dapat menyebabkan kanker. Dioksin juga dapat mengganggu sistem reproduksi dan kecacatan pada bayi. Karena sampah yang masuk TPA bercampur limbah-limbah berbahaya seperti sampah elektronik, pestisida, dan baterai bekas maka kebakaran juga dapat menyebarkan logam-logam berat ke lingkungan yang lebih luas. Logam berat yang perlu diwaspadai antara lain Kadmium dan Timbal yang memiliki efek berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Efek ini tidak hanya berlaku bagi manusia namun juga vegetasi dan biota.
Mengapa kebakaran TPA dapat terjadi? Kebakaran ini dapat timbul karena faktor manusia maupun faktor alam. Banyak TPA yang tidak steril terhadap arus keluar masuk manusia yang tidak berkepentingan. Padahal tidak semua memahami pemicu kebakaran seperti merokok, membuang puntung rokok, dan memasak. Banyak TPA yang menjadi tempat berkegiatan bahkan tempat tinggal ratusan pemulung. Kebakaran juga dapat dipicu faktor alam seperti suhu yang tinggi dalam musim kemarau yang dapat memantik api. TPA memiliki kandungan energi tinggi karena adanya gas metana maupun sampah plastic dan kertas yang memiliki nilai kalor tinggi. Sementara itu, banyak TPA tidak dipadatkan dan ditutup tanah sehingga mendapat suplai oksigen yang melimpah. Percikan api kecil dapat menyulut kebakaran besar karena reaksi bahan dan oksigen.
Jika kebakaran telah terjadi maka selain menyiram dengan air, perlu dilakukan pengurugan/penimbunan dengan tanah. Urugan tanah dengan tebal 15-30 cm dan dipadatkan dengan bulldozer berfungsi menekan kontak dengan oksigen. Sementara penyiraman air akan menurunkan suhu agar tidak terjadi pemicu api. Kebutuhan air diperkirakan 3 – 4 m3 per ton sampah.
Pencegahan kebakaran dapat dilakukan dengan menjalankan SOP operasional TPA dengan baik. Misalnya dengan pembatasan arus keluar masuk orang yang tidak berkepentingan, sosialiasi pada masyarakat dan operator untuk tidak membuat api dan terakhir, memadatkan sampah dan melapisi dengan tanah agar menekan kontak dengan oksigen. Pencegahan ini sangat penting dan harus menjadi prioritas karena kebakaran TPA besar dampaknya sementara sekali terbakar sulit untuk dipadamkan. (MN)